STUDI PENGUATAN HAK MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN DI DESA UWEN DAN SEKITARNYA KECAMATAN TANIWEL
I. Tujuan
Studi Penguatan Hak Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Desa Uwen dan sekitarnya dilakukan melalui 3 (tiga) program/ kegiatan dengan tujuan yaitu : a. Mengetahui interaksi masyarakat dengan hutan dan pemanfaatan hasil-hasil hutan. b. Mengidentifikasi jenis-jenis hasil hutan yang digunakan oleh masyarakat. c. Memperoleh informasi tentang unsur/kriteria masyarakat hukum adat di desa Uwen dan sekitarnya. d. Mengetahui bentuk-bentuk kepemilikan kawasan hutan oleh masyarakat adat di desa Uwen dan sekitarnya serta pemetaan kawasan tersebut.
II. Rencana dan Realisasi Kegiatan dan Waktu Pelakanaan
Studi yang dilakukan ini meliputi 3 kegiatan /program. Khusus untuk pelaksanaan studi lapangan (inventarisasi hasil hutan) dilakukan dengan melibatkan 8 (delapan) orang Pembantu Lapangan serta Kelompok Angkatan Muda GPM Jemaat Uwen Gabungan. Para pembantu lapangan tersebut antara lain : 1. Johni Lumamuly (Warga Uwen) 2. Andi Leisiela (Warga Uwen) 3. Stefanus Ratumogo (Warga Uwen) 4. Costantinus Lesiela (Warga Uwen) 5. Ricky Limehuwey (Warga Tonusa) 6. Marthen Limehuwey (Warga Solea) 7. Victor Limehuwey (Warga Solea)
III. Hasil Studi
A. Interaksi Masyarakat dengan Hutan dan Pemanfaatan Hasil Hutan
Interaksi masyarakat di desa Uwen dan sekitarnya dengan hutan dan lingkungan, banyak terkait dengan persepsi yang dipahami oleh masyarakat tersebut. Menurut masyarakat desa Uwen dan sekitarnya, hutan dipahami sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka. Hal ini karena hutan merupakan sumber bahan pangan, tempat bercocok tanam/berladang dan sumber penghasil kayu bakar dan kayu pertukangan. Masyarakat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hutan, khususnya pada aspek kebutuhan pangan, ekonomi dan obat-obatan/kesehatan. Hubungan seperti ini memang merupakan warisan nenek moyang mereka, disamping secara ekologis hutan merupakan lingkungan hidup mereka. Sementara itu bagi masyarakat desa Uwen dan sekitarnya, meneruskan kegiatan warisan orang tua/nenek moyang merupakan bagian dari kebudayaan mereka. Menurut masyarakat, masuknya HPH beberapa tahun yang lalu menyebabkan semakin berkurang dan semakin sulit memperoleh hasil hutan bukan kayu dari dalam hutan. Berkurangnya tikar pandan, gaharu dan rotan akibat eksplotasi hutan oleh perusahaan kayu, dimana kayu-kayu tempat melilitnya rotan sudah banyak yang ditebang dan digusur, sehingga rotan ikut mengalami kerusakan. Demikian pula dengan kayu gaharu dan pohon pandan (tikar) semakin berkurang, karena pohon penghasilnya termasuk ditebang dan digusur, semuanya ini turut berpengaruh pada pendapatan mereka. Hasil-hasil buruan hewan juga semakin berkurang dan masyarakat merasa kehilangan sumber protein yang biasa mereka makan.
B. Jenis-Jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat.
Hasil Hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa Uwen dan sekitarnya berupa hasil hutan kayu dan bukan kayu. Keeratan hubungan masyarakat desa Uwen dan sekitarnya dengan hutan tercermin pula dalam kebutuhan mereka akan kayu, baik untuk kayu bakar, membangun rumah dan ada pula yang menjualnya sebagai salah satu sumber pendapatan keluarga. Kayu tersebut berasal dari hutan alam yang terdiri dari beraneka macam jenis. Umumnya masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang jenis-jenis kayu dan kegunaannya. Dalam upaya membangun atau memperbaiki rumah, masyarakat umumnya menggunakan kayu-kayu keras seperti kayu besi (Instia bijuga), gupasa (Vitex gufasa), matoa (Pometia pinnata) untuk tiang atau bangunan bagian bawah dan jenis-jenis kayu lunak seperti meranti (Shorea spp), kayu merah (Eugenia sp), mersawa (Anisoptera spp) dan Nyatoh (Palaquim spp) untuk bangunan bagian atas. Sedangkan untuk membuat kosen pintu dan jendela serta perabot rumah tangga digunakan jenis-jenis kayu yang termasuk dalam kelompok kayu indah seperti kayu cina (Podocarpus spp), lenggua (Pterocarpus indicus), buah rao/Dahu (Dracontomelon dao Merr), lasi (Adinia fagilofia Val). Penggunaan kayu bakar sebagai sumber energi oleh masyarakat di desa Uwen dan sekitarnya karena kayu bakar selain mudah diperoleh, juga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Kayu bakar cukup tersedia di hutan, cara pengambilannya dengan jalan memanfaatkan pohon-pohon tua yang kering dan telah tumbang atau memungut ranting dan cabang kayu kering yang telah jatuh ke tanah maupun yang masih menempel pada pokok kayu. Satuan penggunaan kayu bakar yang dipakai di lokasi penelitian adalah ikat yang setara dengan 20 kg. Satuan ini tidak berbeda dengan satuan pikul yang setara dengan 40 kg karena satu pikul terdiri dari 2 ikat. Dari hasil wawancara dengan masyarakat, diketahui bahwa kebutuhan kayu bakar setiap kepala keluarga (kk) berkisar antara 2,5 – 4 ikat per minggu yang setara dengan 50 – 80 kg/minggu, sehingga kebutuhan kayu bakar dalam satu tahun berkisar antara 2.600 – 4.160 kg/kk. Menurut Simon (1983) 1 m³ kayu setara dengan 600,02 kg, dengan demikian kebutuhan kayu bakar dalam setahun berkisar antara 4,33 – 6,93 m³/kk. Sedangkan jenis-jenis hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa Uwen dan sekitarnya meliputi bahan pangan berupa sagu, sayur-sayuran dan buah-buahan, seperti ; jenis paku-pakuan, ganemo hutan, rebung, namu-namu, durian dan lain-lain. Selain itu terdapat pula hasil hutan bukan kayu lainnya yang dimanfaatkan oleh masyarakat seperti tikar pandan, gaharu, rotan, madu, nira dari pohon enau, dan lain-lain. Beberapa jenis satwa yang sering ditangkap oleh masyarakat desa Uwen dan sekitarnya adalah kus-kus (Phalanger sp), babi hutan (Sus crova), rusa (Cervus timorensis), dan beberapa jenis burung seperti burung nuri/bayan (Ecletus roratus) dan kakatua (Cacatua molucensis). Jenis-jenis satwa ini umumnya ditangkap untuk konsumsi sehari-hari dan selebihnya di jual.
C. Masyarakat Hukum Adat di Desa Uwen dan sekitarnya.
Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya pasal 5 ayat 3 disebutkan bahwa : “.... dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.” Selanjutnya pada penjelasan pasal 67 ayat 1 UU No. 41 Tahun 1999 dinyatakan bahwa : “Masyarakat hukum adat diakui keberadaannya jika menurut kenyataannya memenuhi unsur antara lain : a). Masyarakat masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap). b). Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasaan adatnya. c). Ada wilayah hukum adat yang jelas. d). Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati. e). Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan demikian untuk mengetahui unsur-unsur diatas maka dilakukan kajian yang berkaitan dengan unsur-unsur dimaksud.
Hasil kajian yang dilakukan di desa Uwen dan sekitarnya dapatlah dikemukakan sebagai berikut :
1. Bentuk dan struktur masyarakat desa Uwen dan sekitarnya merupakan kesatuan kelompok kemasyarakatan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai kekerabatan atau kekeluargaan yang tinggi.
2. Keberadaan masyarakat adat dan berbagai pranata pendukungnya masih diakui, baik secara de facto maupun de yure, namun sudah jarang untuk dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya hukum adat yang ada dalam masyarakat saat ini tidak berfungsi secara maksimal. Hal ini disebabkan karena diberlakukannya UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, sehingga sistim Pemerintahan Adat menjadi tidak berkembang.
3. Desa Uwen dan sekitarnya memiliki berbagai pranata dan perangkat hukum adat terutama peradilan adat. Pranata dan perangkat hukum adat yang terdapat di desa Uwe dan sekitarnya mengatur hubungan antara manusia dengan sumber daya alam (seperti sasi, dusun, tempat-tempat keramat dll.) dan juga mengatur hubungan antara masyarakat satu dengan lainnya.
4. Desa Uwen dan sekitarnya memiliki wilayah hukum adat dengan batas-batas alam seperti sungai, gunung, lembah, batu dan laut. Setiap anggota masyarakat di dalam desa/negeri mengetahui batas-batas petuanan negerinya dan juga batas-batas petuanan keluarga (marga/soa) maupun batas-batas petuanan milik pribadinya.
5. Pola interaksi masyarakat dengan sumber daya hutan pada umumnya sama karena dilandasi oleh pemahaman yang sama yaitu hutan merupakan sumber bahan pangan (tumbuh-tumbuhan dan hewan), tempat bercocok tanam dan sumber penghasil kayu, sehingga hutan harus dijaga dan dipelihara dengan baik. Tindakan konservasi yang dilakukan melalui kegiatan sasi dan pengawasan hutan oleh kewang menggambarkan tingginya nilai-nilai kearifan mereka dalam berinteraksi dengan sumberdaya hutan.
6. Terdapat kontribusi sumber daya hutan terhadap rata-rata pendapatan keluarga di desa Uwen dan sekitarnya. Nilai kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan keluarga berkisar antara 21,41 % - 48,89 %. Kontribusi sumberdaya hutan ini sangat penting bagi menunjang kelangsungan hidup mereka.
D. Bentuk-Bentuk Kepemilikan Kawasan Hutan oleh Masyarakat Adat di Desa Uwen dan sekitarnya.
Salah satu ciri khas masyarakat di desa Uwen dan sekitarnya adalah adanya hubungan yang erat antara masyarakat dengan sumber daya hutan. Bagi mereka hutan tidak hanya merupakan sumberdaya ekonomi, tetapi telah menjadi suatu kosmos dimana aspek-aspek religi, pertanian/perladangan dan perburuan, serta aspek kebudayaan saling berinteraksi membangun suatu kehidupan yang utuh. Keeratan hubungan ini mewujudkan suatu sistem atau bentuk kepemilikan hutan yang ada di wilayah ini. Secara umum kawasan hutan primer (ewang) menurut masyarakat di desa Uwen dan sekitarnya telah dikuasai oleh masing-masing marga atau soa. Namun demikian setiap pemilik kawasan hutan atau petuanan itu tetap taat pada aturan-aturan atau adat yang diberlakukan di desa tersebut. Berdasarkan sistem ini maka kepemilikan kawasan hutan oleh suatu marga/soa akan diwariskan secara turun temurun kepada generasi penerus dari marga atau soa yang bersangkutan. Apabila ada anggota masyarakat di dalam negeri yang mau memanfaatkan hasil hutan di dalam kawasan hutan yang dimiliki oleh marga lain maka yang bersangkutan harus meminta ijin terlebih dahulu dari marga atau soa pemilik kawasan itu. Pola pemungutan dan pemanfaatan hasil hutan yang dilakukan ada yang secara perorangan tetapi ada pula secara berkelompok. Pola berkelompok dilakukan jika hasil hutan yang akan diambil/dipungut memang membutuhkan orang atau tenaga dalam jumlah yang cukup, seperti berburu, mengusahakan sagu, membuka kebun baru, dll. Batas-batas kepemilikan kawasan atau petuanan antara marga/soa atau antar keluarga di desa Uwen dan sekitarnya ditandai dengan batas-batas alam seperti sungai, gunung, dan lembah maupun batas-batas buatan seperti jenis-jenis tanaman berupa “gadihu, gamal, pohon durian, dll. Selain itu ada pula batas-batas yang dibuat berupa pagar kayu/bambu.
Penjelasan kepada Responden |
Pengambilan Data Hak Masyarakat Adat |
Pemanfaatan Hasil Hutan |
Regu Survey/Inventarisasi Hasil Hutan |